Senin, 02 Februari 2015

Artikel Bullying dan Komentar Bullying dalam perspektif psikologi sosial


ARTIKEL
Bulllying di Sekitar Kita

Hi MuDAers! Pasti kamu sudah sering dengar kata bullying! Tapi, sampai sekarang masih ada salah pengertian soal bullying. Banyak orang yang berpikir bullying dapat disamakan dengan senioritas. Sebenarnya pemikiran seperti itu kurang benar. Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan penekanan terhadap seseorang, baik fisik maupun mental, dan bukan menjadi bagian dari senioritas.
Mungkin di antara kita ada yang tidak menyadari, sebenarnya kita pun sewaktu-waktu pernah menjadi pelaku atau korban bullying. Tidak selalu pelaku bullying itu seorang senior atau orang yang lebih tua. Hal ini lebih sering terjadi di lingkungan pertemanan kita, yang mayoritas sebaya.
Perilaku bullying dapat dikelompokkan dalam empat kategori. Pertama, kontak fisik langsung, seperti memukul, menendang, memeras, atau mengunci seseorang di dalam ruangan. Kedua, kontak verbal langsung, seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, atau mengejek.
Ketiga, perilaku nonverbal langsung, seperti melihat dengan sinis, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, atau menjulurkan lidah. Keempat, perilaku nonverbal tidak langsung, seperti mendiamkan seseorang, sengaja mengucilkan, atau mengirimkan surat skaleng.
Perilaku ”bullying”
Pada umumnya perilaku bullying kontak verbal langsung lebih sering dilakukan. Tak hanya kepada adik kelas, seperti persepsi kebanyakan orang, tetapi terhadap teman kita sendiri pun hal itu sering terjadi.
Terkadang kita tak sadar bahwa perilaku mengejek, merendahkan, dan menjadikan seseorang sebagai bahan tertawaan itu menjadi masalah bagi si korban. Biasanya si korban hanya diam atau pasrah.
Namun, itu yang membahayakan karena akibat dari bullying dapat bermacam-macam, seperti hilangnya rasa percaya diri, tidak memiliki semangat untuk bersekolah, bahkan dapat menyebabkan perasaan ingin bunuh diri. Bullying mengganggu psikis korban. Akibat ini yang lebih membahayakan karena makin sulit disembuhkan.
Kalau kita tinjau lebih jauh lagi, sebenarnya yang menjadi masalah adalah penyakit sosial yang diderita si pelaku. Apabila pelaku tidak memiliki sindrom untuk mengusik orang lain, pastinya bullying tidak akan terjadi.
Tak ada alasan yang membenarkan perilaku tersebut karena tujuan dari perilaku bullying dapat dikatakan sebagai tindakan yang mencelakai, melukai, dan menyakiti orang lain, baik fisik maupun mental.
Jika ada yang beralasan bullying dilakukan semata-mata hanya untuk menegur, tentu ada pihak-pihak yang lebih berhak untuk menegur. Contoh: perilaku bullying senior terhadap yuniornya yang dikenal sebagai senioritas.
Hal itu sesungguhnya sangat tidak mencerminkan perilaku senior yang baik. Senior yang baik seharusnya memberikan contoh, bukannya memarahi, menyakiti, atau sekadar ”menegur”. Banyak yang bilang, alasan senior menegur itu karena tingkah laku yuniornya yang salah atau kurang sopan.
Lalu, apabila memang senior tersebut ingin menegur, bagaimana dengan tanggung jawab guru atau pihak sekolah yang memang berkewajiban untuk menegur? Kita tidak pernah tahu alasan seperti itu dari mana berasal. Jelas sekali, itu cuma sindrom tiran-tiran kecil yang ingin ”berkuasa”.

KOMENTAR :
Dampak psikologis bagi korban school bullying atau kekerasan anak sangatlah merugikan. Si anak akan menjadi sering merasa cemas, takut, merasa tidak aman, dan kehilangan kepercayaan diri sehingga sering menghindari pergaulan.
Akibatnya potensi si anak mengalami penurunan kualitas dalam belajar. Sekolah maupun perguruan tinggi harus ikut campur dalam masalah ini. Sekolah harus menekankan, menerapkan program anti bullying disekolah. Aksi pencegahannya dilakukan oleh individu (siswa/mahasiswa), dalam kelas dan seluruh sekolah. InsyaAllah dengan adanya program itu akan berdampak baik bagi sekolah maupun para siswa/mahasiswa setidaknya dapat mengurangi tindakan bullying.
Aksi pencegahan individu adalah program yang dijalankan bisa berbentuk intervensi secara langsung saat sebuah perilaku bullying sedang terjadi, menyediakan waktu khusus untuk berbicara dengan pelaku, korban, dan orangtua, serta pendokumentasian catatan perilaku bullying. Program anti bullying dalam kelas, diadakannya kegiatan diskusi mengenai school bullying, penggunaan multimedia dan video untuk memperlihatkan dampak buruk dari school bullying, penetapan peraturan anti bullying di kelas masing-masing, dan kolaborasi dengan para orangtua. Bentuk anti bullying di sekolah, yaitu dengan membentuk komite khusus program anti bullying, kelompok studi dan pengawasan (sebagai pemain utama dalam intervensi), meningkatkan pengawasan di waktu istirahat, survey tahunan berkaitan dengan school bullying menginformasikan kepada orangtua/wali mengenai program tersebut, dan mengadakan event kebudayaan yang berkaitan dengan isu school bullying atau kekerasan anak.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar