ARTIKEL
Bulllying
di Sekitar Kita
Hi
MuDAers! Pasti kamu sudah sering dengar kata bullying! Tapi, sampai sekarang
masih ada salah pengertian soal bullying. Banyak orang yang berpikir bullying
dapat disamakan dengan senioritas. Sebenarnya pemikiran seperti itu kurang
benar. Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan penekanan terhadap
seseorang, baik fisik maupun mental, dan bukan menjadi bagian dari senioritas.
Mungkin di antara kita ada yang
tidak menyadari, sebenarnya kita pun sewaktu-waktu pernah menjadi pelaku atau
korban bullying. Tidak selalu pelaku bullying itu seorang senior atau orang
yang lebih tua. Hal ini lebih sering terjadi di lingkungan pertemanan kita,
yang mayoritas sebaya.
Perilaku bullying dapat
dikelompokkan dalam empat kategori. Pertama, kontak fisik langsung, seperti
memukul, menendang, memeras, atau mengunci seseorang di dalam ruangan. Kedua,
kontak verbal langsung, seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, atau
mengejek.
Ketiga, perilaku nonverbal
langsung, seperti melihat dengan sinis, menampilkan ekspresi muka yang
merendahkan, atau menjulurkan lidah. Keempat, perilaku nonverbal tidak
langsung, seperti mendiamkan seseorang, sengaja mengucilkan, atau mengirimkan
surat skaleng.
Perilaku ”bullying”
Pada umumnya perilaku bullying
kontak verbal langsung lebih sering dilakukan. Tak hanya kepada adik kelas,
seperti persepsi kebanyakan orang, tetapi terhadap teman kita sendiri pun hal
itu sering terjadi.
Terkadang kita tak sadar bahwa
perilaku mengejek, merendahkan, dan menjadikan seseorang sebagai bahan
tertawaan itu menjadi masalah bagi si korban. Biasanya si korban hanya diam
atau pasrah.
Namun, itu yang membahayakan
karena akibat dari bullying dapat bermacam-macam, seperti hilangnya rasa
percaya diri, tidak memiliki semangat untuk bersekolah, bahkan dapat
menyebabkan perasaan ingin bunuh diri. Bullying mengganggu psikis korban.
Akibat ini yang lebih membahayakan karena makin sulit disembuhkan.
Kalau kita tinjau lebih jauh
lagi, sebenarnya yang menjadi masalah adalah penyakit sosial yang diderita si
pelaku. Apabila pelaku tidak memiliki sindrom untuk mengusik orang lain,
pastinya bullying tidak akan terjadi.
Tak ada alasan yang membenarkan
perilaku tersebut karena tujuan dari perilaku bullying dapat dikatakan sebagai
tindakan yang mencelakai, melukai, dan menyakiti orang lain, baik fisik maupun
mental.
Jika ada yang beralasan bullying
dilakukan semata-mata hanya untuk menegur, tentu ada pihak-pihak yang lebih
berhak untuk menegur. Contoh: perilaku bullying senior terhadap yuniornya yang
dikenal sebagai senioritas.
Hal itu sesungguhnya sangat
tidak mencerminkan perilaku senior yang baik. Senior yang baik seharusnya
memberikan contoh, bukannya memarahi, menyakiti, atau sekadar ”menegur”. Banyak
yang bilang, alasan senior menegur itu karena tingkah laku yuniornya yang salah
atau kurang sopan.
Lalu, apabila memang senior
tersebut ingin menegur, bagaimana dengan tanggung jawab guru atau pihak sekolah
yang memang berkewajiban untuk menegur? Kita tidak pernah tahu alasan seperti
itu dari mana berasal. Jelas sekali, itu cuma sindrom tiran-tiran kecil yang
ingin ”berkuasa”.
KOMENTAR :
Dampak psikologis bagi korban school
bullying atau kekerasan anak sangatlah merugikan. Si anak akan
menjadi sering merasa cemas, takut, merasa tidak aman, dan kehilangan
kepercayaan diri sehingga sering menghindari pergaulan.
Akibatnya potensi si anak mengalami penurunan kualitas
dalam belajar. Sekolah maupun perguruan tinggi harus ikut campur dalam masalah
ini. Sekolah harus menekankan, menerapkan program anti bullying disekolah. Aksi
pencegahannya dilakukan oleh individu (siswa/mahasiswa), dalam kelas dan
seluruh sekolah. InsyaAllah dengan adanya program itu akan berdampak baik bagi
sekolah maupun para siswa/mahasiswa setidaknya dapat mengurangi tindakan
bullying.
Aksi pencegahan individu adalah
program yang dijalankan bisa berbentuk intervensi secara langsung saat sebuah
perilaku bullying sedang terjadi, menyediakan waktu khusus untuk berbicara
dengan pelaku, korban, dan orangtua, serta pendokumentasian catatan perilaku
bullying. Program anti bullying dalam kelas, diadakannya kegiatan diskusi mengenai
school bullying, penggunaan multimedia dan video
untuk memperlihatkan dampak buruk dari school bullying,
penetapan peraturan anti bullying di kelas masing-masing, dan kolaborasi dengan
para orangtua. Bentuk anti bullying di sekolah, yaitu dengan membentuk komite
khusus program anti bullying, kelompok studi dan pengawasan (sebagai pemain
utama dalam intervensi), meningkatkan pengawasan di waktu istirahat, survey
tahunan berkaitan dengan school bullying menginformasikan kepada
orangtua/wali mengenai program tersebut, dan mengadakan event kebudayaan yang
berkaitan dengan isu school bullying atau kekerasan
anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar